Teori kritis Generasi Pertama & Kedua: Analisis Pemikiran Para Tokoh



Setelah membahas mazhab Frankfurt pada blog sebelumnya, kali ini saya akan menjelaskan terkait biografi singkat para tokoh pemikir teori kritis generasi pertama dan pemikiran-pemikiran mereka. Siapa saja orang-orang tersebut? Bahkan pemikiran para tokoh masih banyak relevan untuk kondisi saat ini. Penasaran kan? Yuk simak tokoh-tokoh teori kritis:


  1. Immanuel Kant

Baginya manusia tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan hakiki, melainkan hanya penafsiran terhadap sesuatu. Ia tidak mau terjebak dalam kebenaran yang belum dikritisi karena hal yang demikian akan menjadi sifatnya dogmatis. Ia menekan untuk menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio sehingga dapat dikatakan suatu kebenaran. Rasiolah yang dijadikan alat-alat penyelidikan perkara-perkara metafisik. Pengujian fakta empiris harus bebas dari prasangka. Pengujian dilakukan dengan mengambil titik tengah antara pengalaman individu dan pengetahuan individu. Tahap pengujian dilakukan dengan: 1) akal pikiran mengatur kesan-kesan yang datang dari dunia empiris manusia atau pengalaman indrawi. 2) dirumuskan dan menjadi sebuah kesimpulan. Manusia tidak tahu bagaimana wujud dunia objektif di luar pikiran, akan tetapi berdasarkan realitas yang diolah akal pikiran sesuai dengan kategori-kategori yang ada. Kant juga menyebutkan ada tiga macam pengenalan, yaitu pengenalan taraf indra, pengenalan taraf akal, dan pengenalan tahap rasio. Menurutnya pengalaman tidak akan pernah menjadi pengetahuan yang mutlak. Karena tidak semua pengetahuan berdasarkan dari pengalaman. Gambaran-gambaran yang dimilki dibuat oleh akal pikiran secara tidak teratur disajikan oleh indra. Ada sebuah semboyan Sapere Aude yang artinya mampu berpikir tanpa dipengaruhi pihak luar. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai menuju kekritisan. Kritik dalam penjelasan Kant yaitu pengujian sahih tidaknya klaim-klaim pengetahuan tanpa prasangka dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh rasio belaka. Karena pemikirannya tersebut, Frankfurt School kemudian memasukkan sejarah ke dalam pembentukkan realitas. Kebenaran realitas tidak ditentukkan oleh kekuatan alam tetapi ditentukkan oleh manusia itu sendiri sebagai objek perubahan. Kritik atas pengujian sahih tidaknya pengetahuan tanpa prasangka juga dilakukan oleh rasio.


  1. Friedrich Hegel

Kritik Hegel terhadap Kant yaitu manusia tidak menerima pertentangan antara ide dan materi atau alam. Ide dan alam justru saling melengkapi dan sifatnya dialektika (anti status quo). Dialektika yaitu suatu anggapan bahwa sesuatu pasti memiliki penentangnya dan penentang tersebut dianggap sebagai suatu yang esensial. Tiga fase dialektika: 1) Fase tesis, 2) Fase antitesis, dan 3) Fase sintetis. Proses dialektika tidak akan pernah selesai dan ia memiliki siklus yang berbentuk spiral. Dari sini kita mengetahui bahwa tidak ada realitas yang tetap. Semua realitas pasti memiliki perubahannya. Rasio bagi Hegel bersifat kritis dan tidak dengan cara transendental dan ahistoris. Rasio bukanlah kesadaran yang kompleks dan bebas. Rasio memiliki rintangan-rintangan termasuk rasional itu sendiri. Maka dari itu sejarah tak lain dari pergumulan rasio yang ingin bebas dari rintangan untuk semakin menjadi sadar. Kesimpulannya ialah kritik adalah jalan atau refleksi untuk menuju sadar.


  1. Karl Marx

Ajaran Marx muda sempat ditolak oleh marxisme ortodoks yang menganggap bahwa penafsiran tersebut tidak ilmiah. Ajaran tersebut menjadi tidak kritis lagi dan terjebak dalam saintisme. Anggapan bahwa kapitalisme yang runtuh saat perkembangan teknologi semakin pesat tak terbukti adanya. Sehingga hal tersebut semakin langgeng dan membuat kaum buruh bahkan kaum yang teralienasi oleh kapitalisme ikut tertindas. Ajaran marx muda diterjemahkan oleh revolusionis sebagai Hegel Kiri. Namun filsafat dialektika Hegel masih menerawang dan belum membumi. Kritik dalam filsafat Hegel pun masih kabur karena ia memahami sejarah secara abstrak. Analisis Hegel pun masih sebatas ide dan ide tidak selalu sesuai dengan realitas. Marx mencampuri idealisme Hegel menjadi materialisme sejarah yang bersifat praktis dan emansipatoris. Marx juga berasumsi jika kekuatan produksi berkembang maka hubungan produksi pun ikut berkembang. Ia juga berpendapat bahwa bukanlah kesadaran manusia yang menentukan adanya mereka justru penghidupan sosial mereka yang menentukan adanya kesadaran. Namun bagi neo marxis mereka menentang satu hal yaitu deterministik ekonomi dalam teori suprastruktur dan infrastruktur. Revisionis beranggapan bahwa yang menentukkan keadaan dunia bukan alat produksi melainkan ide, agama dan politik (suprastruktur) juga saling menentukan realitas masyarakat. 


  1. Sigmund Freud

Sebuah buku yang berjudul The Development of The Dogma of Christ (1931) merupakan perpaduan pertama antara analisis Marx dan Psikoanalisis Freud. Subjek utama Freud yaitu manusia yang menipu dirinya sendiri. Bagaimana hal itu terjadi? Freud melihat ada banyak manusia yang berhalusinasi, membuat ilusi dan delusi sebagai mekanisme pertahanan diri yang justru itu menipu diri mereka sendiri dan penindasan diri yang dilakukan oleh diri sendiri. Bagi Marx gagasan untuk menjadi kuat bilamana situasi material mendukung. Psikoanalisis dapat dipakai untuk melihat sebab kaum proletar sudah tidak berjuang untuk kebebasan dirinya sendiri. Analisis Freud digunakan Marcuse ketika mengalami kebuntuan memecahkan masalah manusia sekarang yang telah menyatu menjadi satu dimensi. Ketika kaum proletar yang tidak digunakan sebagai pengembang kebebasan, maka yang bisa dilakukan ialah menciptakan dekonstruksi psikis. Analisis Freud mengenai Id terkait prinsip kesenangan ego atau prinsip realitas sebenarnya terjadi antagonisme dan kontradiksi antara dua prinsip tersebut. Penjelasannya bila individu ingin hidup pada kondisi realitas maka ia harus menekan kesenangan. Penundaan kesenangan muncul pada alam bawah sadar. Prinsip realitas membuat alat pemuas kebutuhan semakin langkah dan membuat buruh hanya berpikir untuk kerja, kerja, dan kerja. Manusia modern kerap lari dari kebebasan. Untuk melihat gejalanya, saya akan menjelaskan ada tiga hal yang perlu diketahui: 1) manusia pasrah terhadap kekuatan lain dan tunduk pada orang lain, 2) gejala pengrusakan diri yang ditandai dengan adanya keinginan bunuh diri dan mengonsumsi obat-obat terlarang, 3) imitasi atau pengondisian terhadap situasi yang sedang populer, seperti mengikuti organisasi kiri dan lain-lain. Manusia akan kehilangan dirinya sendiri dan lenyap dalam lamunan. Kita tidak boleh melindungi diri dari bahaya saja melainkan kita juga tidak boleh kehilangan akal pikiran. Kesimpulan yang dipahami yaitu subjek utama ialah kebebasan individu, membebaskan masyarakat dari penindasan yang bersifat semu, melakukan perubahan yang membuat kondisi semakin tidak tertindas atau masyarakat yang teralienasi, dan yang terakhir yaitu teori kritis tidak berupa paparan deskriptif akan tetapi jauh dari itu dengan aksi atau kritik transformatif.


  1. Marx Khoimer (1895-1973)

Seorang filsuf Jerman yang pernah memimpin Institut Penelitian Sosial (Institue Fur Sozialforschung). Saat menjabat sebagai Direktur Frankfurt School, ia mengirik saintisme dan positivisme. Ia juga turut mengkritik kehidupan modern yang serba menggunakan penguasaan rasionalitas subjektif. Hal ini diilhami dari Nietzsce yang menyebutkan bahwa hakikat manusia yaitu kemauan menguasai. Namun, hal itu justru membuat manusia sendiri yang semakin jauh dari martabatnya sendiri. Teori kritik sejatinya tidak bebas nilai. Akan tetapi pada mazhab Frankfurt, teori ini bersifat emansipatoris (berpihak pada yang tertindas). Bagi Khoimer, Teori kritis harus menilai agar mendorong perubahan dan transformasi yang menimbulkan kecurigaan-kecurigaan yang dibagun dalam masyarakat itu sendiri. Khoimer mengatakan bahwa rasionalitas modern bersifat instrumental dan irasional. Akar teori kritis harus ditelusuri dalam filsafat Hegelian dan Marxis, sehingga pemikiran Khoimer dapat dipahami sebagai usaha mentransformasikan dialektika. Semakin manusia mencari identitas dirinya, maka semakin hancur pula identitas itu sendiri. Selain itu manusia modern semakin tidak bisa menggunakan rasionalitasnya dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan yang membawa manusia dari dilema rasionalitas. Pemikiran Khoimer juga dipengaruhi oleh Sigmund Freud tentang psikoanalisis dimana dimensi pengetahuan manusia modern secara tidak sadar ditunggangi oleh kekuatan modal.


  1. Theodor Adorno (1930 - 1969)

Bernama lengkap Theodor Ludwig Wiesengrund Adorno. Ia adalah seorang filsuf Jerman dan Sosiolog yang sangat menggemari musik. Ia memimpin Frankfurt School pada tahun 1958, menggantikan Max Khoimer yang telah wafat. Dalam buku yang ditulisnya, Adorno menjelaskan bahwa manusia modern menuju pada penghancuran diri (self - destruction). Manusia tidak hanya berusaha menghancuri alam untuk dieksploitasi melainkan manusia lainnya. Adorno yang menggemari dunia musik juga menolak teori positivisme. Ia menentang homogenisasi pada komersialisasi seni (reifikasi), karena seni hanya direduksi pada hal-hal yang bisa dipertukarkan. Apalagi dengan munculnya IPTEK, maka kemurnian seni itu rasanya semakin pudar. Demikian gambaran dari penjelasan Adorno terkait hal itu. Industri kebudayaan juga menjadi faktor yang berusaha secara sengaja menghapus kesenjangan atau menyegeramkan para konsumen dari atas. Keberhasilan kapitalisme dalam mengatasi krisis mendorong keberlanjutan kapitalime itu sendiri. Mazhab Frankfurt memandang industri kebudayaan menjamin penciptaan dan pemenuhan kebutuhan palsu dan menindas kebutuhan sejati.


  1. Herbert Marcuse

Manusia mengejar produksi bukan untuk kebutuhan melainkan untuk kapitalisme. Sehingga teknologi yang turut menjadi sarana penindas bukan pembebas. Saya akan merangkum apa saja pandangan negaitif Herbert Marcuse terkait globalisasi dan sistem ekonomi kapitalisme: 1) Teknologi membuat perbudakan semakin laku, 2) Teknologi semakin nihil dari nilai kemanusian, 3) Manusia yang gila akan harta, 4) Tidak ada kebahagian sejati melainkan kebahagian semu yang ditawarkan, 5) Bukan semakin memudahkan untuk komunikasi, akan tetapi manusia semakin sering mengisolasi diri, dan 6) sifat konsumerisme masyarakat yang semakin menjadi-jadi. Mrcuse juga menyinggung apa yang diutarakan Adorno dengan menjelaskan terkait masyarakat 1 dimensi. Karakteristiknya sebagai berikut: Administrasi total, Bahasa Fungsional, Pengabaian sejarah, kebutuhan palsu, dan imperium citra.


  1. Jurgen Habermas

Menurut Hubermas, mazhab Frankfurt masih memberikan kekeliruan yaitu: 1) masih mengakui subyek - obyek; tuan-hamba; berkuasa dan dikuasai. 2) menerima obyektifasi, hubungan manusia dengan manusia lain telah menerapkan pendekatan yang serupa dengan cara menangani alam. Tipe-tipe hubungan manusia turut dibahas dalam karya Habermas. Ada tiga tipe di sana yaitu: 1) hubungan dengan dunia obyektif. 2) hubungan dengan dunia sosial yang didasarkan pada norma-norma. 3) hubungan dengan subyektif pemikiran; rasa dan imajinasi. Berdasarkan tiga cluster, Habermas mengklasifikasikan yaitu:


Realitas Ilmu

Sifat Ilmu

Kepentingan Ilmu

Empiris – Analitis

Obyektif

Teknis

Historis – Hermeneteuis

Subyektif

Intersubyektif

Sosial – Kritis

Intersubyektif

Emansipatif

 

Rasio dijadikan manusia sebagai alat untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Bila dapat memilah kepentingan-kepentingan yang mana yang harus diutamakan. Rasio komunikatif ialah rasio yang berfungsi bagi manusia untuk mengungkapkan kepentingannya. Dalam teori tindakan komunikasi yaitu dimana individu saling bertemu dengan individu lain untuk menemukan mutual understanding tentang suatu kondisi spesifik menghasilkan suatu rancangan dan mengkoordinasikan tindakan mereka. Hal ini menjadi titik balik untuk mengembalikan struktur masyarakat yang lelah dalam analisis Marxis untuk kembali mengibarkan semangat revolusioner dalam mencapai cita-cita atau tujuan bersama (pengganti paradigma kerja dengan berpacu pada paradigma komunikasi). Ada 4 jenis tindakan dalam revolusioner yaitu tindakan teologis, tindakan normatif, tindakan dramaturgik, dan tindakan komunikatif. Ada perbedaan yang perlu diketahui mengenai tindakan strategi dan tindakan komunikatif yaitu tindakan strategi yang berorientasi pada kemenangan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sedangkan tindakan komunikatif yaitu berorientasi pada saling paham, saling mengerti, dan saling sepakat. Habermas membagi prasyarat komunikasi yaitu: 1) menggunakan bahasa yang sama, logis dan semantis. 2) setiap peserta memiliki maksud untuk mencapai konsensus yang tidak memihak. 3) Memiliki aturan-aturan yang tidak membuat pihak-pihak tertentu tertekan dan terdiskriminasi. Beberapa pihak dalam sebuah komunikasi memiliki perhatian yang harus dicermati yaitu klaim kebenaran (kesesuaian dengan dunia alamiah), klaim kejujuran (kesesuaian antara dunia batin dan ekspresi seseorang), dan klaim ketepatan (kesesuaian dengan norma-norma yang mendasarinya). Setelah ketiga klaim sudah terpenuhi maka yang terakhir yaitu klaim Komprehensibilitas (bertukar posisi) dimana pembaca dan pendengar melakukan uji validitas dengan keempat tuturan kompetensi tersebut. Sementara itu dalam komunikasi ada Demokrasi Deliberatif. Dalam teorinya, Demokrasi Deliberatif tidak berfokus pada pandangan dari aturan-aturan yang mengatur warga, melainkan prosedur-prosedur yang menghasilkan aturan itu sendiri. Sebuah negara sudah sepatutnya memiliki ruang publik agar komunikasi antar warga dapat tersampaikan dengan baik. Ruang publik harus terbebas dari intervensi manapun sehingga individu bisa menyampaikan pesannya secara terbuka dan leluasa tanpa paksaan. Etika diskursus harus memberikan ruang bagi kelompok yang merasakan dirugikan oleh kelompok lain. Kedua kelompok harus saling berdiskusi agar tidak memunculkan kebaikan sepihak yang menindas kebaikan kelompok yang dikemukakan pihak lainnya. Prasyaratnya yaitu: kebebasan bagi semua anggota kelompok dan kesederajatan bagi semua partisipan. Berikut penjelasan yang akan saya berikan mengenai etika diskursus individu di ruang publik:

  1. Setiap pihak yang mempunyai kompetensi berbicara dan bertindak boleh mengambil bagian dalam percakapan. 

  2. Diperbolehkan menanyakan apa saja. 

  3. Diperbolehkan memberikan pernyataan dalam percakapan. 

  4. Diperbolehkan mendeskripsikan sikap-sikap dan ekspresi yang dibutuhkan atau diinginkan. 

  5. Tidak boleh adanya tekanan internal dan eksternal, sebagaimana tercantum dalam poin 1 hingga 4.



Terakhir, saya ucapkan terima kasih telah membaca situs ini. Semoga bermanfaat dan sangat dibolehkan untuk share ke teman-teman ya… Mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan. Sekian dan terima kasih.


(Salam Penulis, Firli Alfa Riski)


Komentar

Postingan Populer