Jangan Sepelekan! Guru Wajib Tahu Hal Ini di Sekolah
Universitas Sebelas Maret
2020
Sekolah adalah adalah rumah kedua
bagi siswa. Kata ini paling sering diucapkan oleh para guru baik saat
pembelajaran maupun amanat upacara. Guru pun telah meyakinkan siswa bahwa
mereka adalah orang tua ketika di sekolah. Jika guru itu perempuan, mereka
adalah ibu dalam pendidikan kita. Jika guru berjenis kelamin pria, dia adalah
bapak di sekolah kita. Mereka yang membimbing kita tentang segala hal dari
masuk gerbang sekolah hingga para siswa meninggalkan kelas-kelasnya pada sore
hari. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi juga rasa, cara
menjadi suri teladan, dan juga yang membentuk kita ke arah yang lebih baik.
Pengetahuan yang diajarkan oleh guru
memang luas. Banyak hal yang bisa dicapai dan seharusnya siswa menyadari hal
tersebut. Namun, guru harus belajar lebih banyak untuk bisa menggali potensi
siswa. Salah satunya ialah keterampilan sosial. Keterampilan sosial menjadi acuan
penilaian siswa di sekolah. Oleh sebab itu, sangat penting bagi guru untuk
mengolah keterampilan ini untuk siswa di sekolah.
Sebelum membahas lebih jauh,
sepatutnya kita memahami definisi keterampilan sosial. Menurut Nurma Izzati
(2014: 90), keterampilan sosial berkaitan erat dengan menjalin kerja sama
antarindividu, berinteraksi, kemauan berpartisipasi, menjalin hubungan, dan
berusaha menangani konflik. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa keterampilan sosial ialah keterampilan yang melibatkan individu lain.
Keterampilan sosial menjadi suatu keharmonisan yang erat antarindividu bagaikan
lem yang kuat (Fajriyah, 2014: 81). Hal
ini mempengaruhi cara berfikir dan komunikasi yang efektif. Namun, keterampilan
sosial bukanlah bakat yang ada sejak lahir, melainkan pengelolaan dari
lingkungan (Dodi Priyatmo Silonde, 2013: 90). Keterampilan ini bisa juga
disebut sebagai perilaku yang dipelajari karena kemampuan bersosialisasi akan
mempengaruhi diterima atau tidak seseorang di lingkungan masyarakat.
Elksnin dan Elksnin (1999)
menyatakan bahwa ada lima ciri ketarampilan sosial, yaitu keterampilan
adaptasi, mengontrol diri dan sosial, peningkatan prestasi akademis, perilaku
yang diterima, serta komunikasi yang lancar. Ciri-ciri ini menunjukkan beberapa metode yang cocok dan
tepat untuk digunakan dalam metode pembelajaran di sekolah. Lalu apa saja
metode tersebut? Pertama, edutaiment
ialah penggabungan proses belajar dengan hiburan yang menyenangkan. Manfaatnya
tidak hanya membuat pembelajaran menjadi menyenangkan saja, tetapi membawa
siswa untuk berkerja sama dan berinteraksi. Kedua, ice breaking. Dalam ice
breaking, ada kerja sama tim, interaksi, mengasah kreativitas, bertukar
pikiran, dan saling berpendapat yang bisa menjadi solusi untuk mengolah pembelajaran
yang menyenangkan. Ketiga, role playing.
Keempat, bermain permainan tradisional. Kelima, speaker’s staff. Keenam, metode pembelajaran kooperatif.
Erliany Syaodih (2007: 19 – 20) menjelaskan prinsip-prinsip metode
pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) meningkatkan keterampilan sosial siswa; 2)
meningkatnya penguasaan pada materi; 3) pembelajaran yang memanfaatkan dinamika
kelompok dapat meningkatkan capaian hasil belajar siswa atau motivasi siswa; 4)
kegiatan yang berkelompok dilakukan dengan sekreatif mungkin; 5) memanfaatkan
siswa saat materi berlangsung akan meningkatkan keaktifan siswa; 6) adaptasi
siswa lebih cepat; 7) eksplorasi siswa memberikan wawasan kepadanya secara
langsung; 8) siswa menjadi lebih mendalami dan menguasai materi pembelajaran;
9) mengakhiri pembelajaran dengan menarik kesimpulan dapat mempertegas ingatan
siswa tentang pembelajaran hari itu. Pendekatan ekspriental learning bisa
menjadi acuan bagi guru untuk mengasah keterampilan dalam metode pembelajaran
kooperatif.
Jika sebuah sekolah memiliki anak
berkebutuhan khusus, bisa mencoba metode-metode berikut ini: 1) teknik Think Pair Share; 2) guru memahami siswa dengan mengelompokkan
siswanya berdasarkan aspek keterampilan sosial; 3) penerapan pembelajaran
kewirausahaan; 4) melibatkan orang tua. Anak berkebutuhan khusus juga
seharusnya menjadi perhatian. Sebab mereka juga berhak mendapatkan pendidikan
yang layak dan berfokus pada keterampilan sosialnya. Orang tua lebih
mengedepankan akademik anak dibandingkan dengan keterampilan sosial anaknya.
Ini sangat buruk sekali.
Keterampilan sosial sangat penting
untuk perkembangan siswa. Pertama, individu dapat menggapai tujuannya dengan
memanfaatkan kelompok atau pasangannya. Kedua, ia mendapatkan dukungan positif
dengan mudah. Ketiga, solusi penyelesaian dapat dilakukan dengan interaksi
sosial. Bagi Tania Clara Dewanti, Widada, dan Triyono (2016: 129) bahwa
keterampilan sosial dapat meningkatkan kecerdasaran individu meningkat. Hal ini
dikarenakan kemampuan komunikasinya yang efektif sehingga meningkatkan
kepercayaan diri di kelas untuk belajar banyak hal dan tidak malu bertanya.
Berbeda dengan siswa pemalu dan cenderung tidak aktif di kelas, dikarenakan ia
memiliki tingkat kepercayaan diri rendah yang juga langsung mempengaruhi
prestasi akademiknya di kelas. Ketiga, melatih diri menjadi pemimpin. Daniel
Golenman (1998) menyebutkan bahwa ada lima faktor kecerdasan emosional yang
membuat seseorang menjadi pemimpin ialah kesadaran diri, peraturan diri,
motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
Seseorang bisa merasakan manfaat
saat ia memiliki keterampilan sosial diantaranya sebagai berikut: 1) Individu
bisa menghargai orang lain; 2) ia juga dapat memahami dan mengerti pola pikir
manusia; 3) tindakan individu akan selalu diingat manakala perbuatan baiknya
saat berinteraksi dan membantu orang lain; 4) pikiran yang terbuka dan wawasan
yang bertambah; 5) jaringan dan relasi yang luas; 6) individu yang memiliki
penyakit mental bisa dipulihkan dengan mengasah keterampilan sosialnya; 7)
mengasah bakat dan minat.
Bagaimana proses implementasinya di
sekolah? Guru bisa mengajak siswa yang memiliki keaktifan rendah dengan
memberikan hal-hal kecil seperti memberikan tugas kecil, memintanya menjawab pertanyaan
sederhana, atau membuat kelompok belajar. Kegiatan-kegiatan ini mampu
memberikan efek yang luar biasa pada kepercayaan diri anak. Guru harus
menghafal pola perilaku siswanya agar dapat menyesuaikan dengan metode
pembelajaran yang bisa mengasah keterampilan sosialnya agar ia mencapai tingkat
kesuksesan yang diinginkannya.
Bimbingan konseling juga memiliki
andil dalam menggali kemampuan siswa untuk terampil bersosialisasi di sekolah.
Salah satu layanan bimbingan konseling yang cocok ialah Bimbingan Kelompok.
Bimbingan kelompok adalah bantuan kepada kelompok yang terdiri dari 2 – 10
orang konseli agar mereka mampu melakukan pencegahan masalah, pemeliharaan
nilai, dan pengembangan keterampilan hidup yang dibutuhkan. Bimbingan ini penuh
dengan perancangan dan perencanaan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok
tersebut. Jenny Indrastoeti dan Hasan Mahfud (2015; 150) berpendapat bahwa
keterampilan sosial individu akan terlihat saat mereka berkelompok.
Guru Bimbingan dan Konseling bisa
memfasilitasi siswanya untuk melakukan bimbingan kelompok dengan menanamkan
nilai-nilai atau kearifan lokal yang ada kepada siswa. Hal ini juga yang
kemudian meminimkan sikap apatis setiap siswa dan mengedepankan sikap terbuka.
Seperti yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah SMKS Kesehatan Unaaha yang
mayoritas siswanya memiliki keterampilan sosial yang rendah. Setelah diberikan
layanan bimbingan konseling berupa Bimbingan Kelompok, hal itu terbukti
berhasil membuat siswa menjadi lebih peka dengan lingkungan sosialnya. Memang
pada mulanya para guru yang mengajar belum pernah melakukan hal yang seperti
ini.
Setelah
menjelaskan beberapa hal di atas dapat dipastikan bahwa keterampilan sosial
adalah hal utama yang harus difokuskan, dicapai oleh siswa, dan selalu menjadi
perhatian utama oleh pengajar di sekolah. Sebab motivasi pembelajaran siswa
tergantung pada apa yang dilakukan guru selama di kelas. Karena banyaknya
manfaat yang dirasakan siswa. Guru harus menyadari hal tersebut karena ada
banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh siswa di sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustriana, N. (2013). Pengaruh Metode Edutainment Dan Konsep Diri
Terhadap Keterampilan Sosial Anak. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 7(2),
267-286.
Bakhtiar, M. I. (2015). Pengembangan video ice breaking sebagai
media bimbingan konseling dalam meningkatkan keterampilan sosial. Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Konseling: Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan Konseling, 1(2), 150-162.
Dewanti, T. C., Widada, W., &
Triyono, T. (2016). Hubungan Antara
Keterampilan Sosial dan Penggunaan Gadget Smartphone terhadap Prestasi Belajar
Siswa SMA Negeri 9 Malang. Jurnal Kajian Bimbingan Dan Konseling, 1(3),
126-131.
Diahwati, R., Hariyono, H., &
Hanurawan, F. (2016). Keterampilan sosial
siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(8), 1612-1620.
Efektivitas
Teknik Pembelajaran Think Pair Share untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial
Anak Tunalaras di SLB E Handayani. (2017). JASSI ANAKKU, 18(1), 1–7.
Fajriyah, K. (2014). Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa SD.
Malih Peddas (Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar), 4(2).
Hanifah, N., & Sunaengsih, C.
(2017). Penguatan Keterampilan Sosial dan
Emosional melalui Metode Speaker’s Staff dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Indonesian Journal of Primary Education, 1(2), 105. https://doi.org/10.17509/ijpe.v1i2.11390.
In, H., Kim, H., & Carney, J. L.
V. (2019). The relation of social skills
and school climate of diversity to children’s life satisfaction: The mediating
role of school connectedness. Psychology in the Schools, 56(6), 1023–1036.
https://doi.org/10.1002/pits.22247
Indrastoeti, J., & Mahfud, H.
(2015). Pembelajaran Kooperatif Dengan
Pendekatan Experiental Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. Mimbar
Sekolah Dasar, 2(2), 140-151.
Izzati, N. (2016). Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa. Edueksos: Jurnal Pendidikan
Sosial & Ekonomi, 3(1).
Madjar, N., Chubarov, E., Zalsman,
G., Weiser, M., & Shoval, G. (2019). Social
skills, executive functioning and social engagement. Schizophrenia
Research: Cognition, 17, 100137.
Mangunsong, F. M., & Wahyuni, C.
(2018). Keterlibatan Orang Tua terhadap
Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusif.
Jurnal Psikologi, 45(3), 167. https://doi.org/10.22146/jpsi.32341.
Nugraini, I., & Ramdhani, N.
(2017). Keterampilan Sosial Menjaga
Kesejahteraan Psikologis Pengguna Internet. Jurnal Psikologi, 43(3), 183. https://doi.org/10.22146/jpsi.22139.
Olivares-Olivares, P. J.,
Ortiz-GonzΓ‘lez, P. F., & Olivares, J. (2019). Role of social skills training in adolescents with social anxiety
disorder. International Journal of Clinical and Health Psychology, 19(1),
41-48.
Perdani, P. A. (2013). Peningkatan keterampilan sosial melalui
metode bermain permainan tradisional pada anak TK B. Jurnal Pendidikan Usia
Dini, 7(2), 234-250.
Priyanti, M. M., Sudariyah, S.,
Mahmudah, L., & Salimi, M. (2016). Upaya
Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pembelajaran Kewirausahaan Di Slb
Negeri Purworejo. Inovasi Pembelajaran Berbasis Karakter Dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN Sebagaimana, 403–410.
Silondae, D. P. (2013). Model Bimbingan Kelompok Berbasis Nilai
Budaya Suku Tolaki untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. Jurnal
Bimbingan Konseling, 2(2).
Siska, Y. (2011). PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA
DINI. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 1(2), 1–15.
Syaodih, E. (2007). PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL. Educare.
Szumski, G., Smogorzewska, J.,
Grygiel, P., & Orlando, A. M. (2019). Examining
the effectiveness of naturalistic social skills training in developing social
skills and theory of mind in preschoolers with ASD. Journal of autism and
developmental disorders, 49(7), 2822-2837.
Toonthong, S. Developing Life Skill Development Program for the 4th Year Students of
Music of Education Program, Faculty of Humanities and Social Sciences Thepsatri
Rajabhat University. In Proceeding of the International Conference on
Teacher Training and Education (Vol. 2, No. 1, pp. 253-260).
Winarti, S. (2012). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan interaksi sosial pada siswa-siswi SMK X dan XI Cendika Bangsa Kepanjen Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
WOW , Impressive !
BalasHapusmantaps kak
Hapusππ»ππ»ππ»
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSgt membantuu terimakasih
BalasHapusTerima kasih kak.... Dengan senang hati
Hapus